Tidur Tanpa Mimpi

Analisis Antologi Puisi
“Tidur Tanpa Mimpi” karya Rachmat Djoko Pradopo
Disusun oleh: Rahayu Saktiningsih, NIM 10201241048

‘Tidur Tanpa Mimpi’ adalah antologi puisi karya Rachmat Djoko Pradopo. Antoogi ini terdiri dari 83 puisi. Tidak ada pembagian khusus daam antologi ini (misal bagian satu, bagian dua, dan seterusnya). Dalam kumpulan puisi ini sebagian besar ditulis antara tahun 2006-2009. Tema yang diambil dalam antologi ini cenderung pada kehidupan. Memposisikan manusia dihadapan Tuhannya.
Diawali dengan ‘Demi Waktu’. Puisi ini seperti merefleksikan kehidupan manusia sesuai pada Surat Al Ashr. Orang-orang yang tidak memanfaatkan waktunya dengan sebaik mungkin adalah orang-orang yang merugi. Bahkan, bisa dikatakan pula bahwa setiap manusia adalah makhluk yang merugi, karena tidak ada sedikit pun manudia yang bisa dengan sempurna membagi waktunya. Puisi-puisi dalam antologi ini sebagian besar membicarakan tentang kematian. Bisa kita lihat pada puisi ‘Kalau Waktu Tak Waktu Lagi’, ‘Kau Harus Segera’. ‘ Angin Menjemput Daunan’, ‘menunggu Telepon’, Sebelum saat Itu’, ‘Biar Kau Kutunggu Di Sini’, ‘sebeum Mimpi’, ‘ Sampai Saatnya’, dan masih banyak lagi yang lain. Namun yang paling menonjol dalam kumpulan ini adalah puisinya ‘Tidur Tanpa Mimpi’.
Tidur Tanpa Mimpi
Untuk SJW
tidur tanpa mimpi
alangkah nikmatnya
ketika bangun
rasanya ringan tanpa beban

mati itu seperti tidur
yang tanpa mimpi
yang ada Cuma kekosongan
yang abadi
tak ada nyawa yang pergi
entah ke mana atau di mana

karena mati itu
adalah tidur tanpa mimpi
alangkah nikmatnya
tak usah bangun selamanya

Banyak juga puisi yang menyoroti tentang pemerintahan, terutama tentang korupsi. Hal ini bisa dilihat pada puisi ‘Beruntunglah Pak Harto’.
Beruntunglah Pak Harto
Mantan presiden Indonesia
 Karena...tak dimaafkan dan tak dibebaskan
Dari dakwaan korupsi dan lain-lain lagi,
Padahal, dia sakit-sakitan akit kronis
Yang tak mungkin disembuhkan
Demi HAM, ia tak boleh diseret ke pengadilan
Meski dosa dan kesalahannya
Bergerobakgerobak, tak lagi bisa ditakar
...
Penggalan puisi diatas ewakili kekecewaan masyarakat tentang keputusan pengadilan, yang tetap ingin mengusut kasus Mantan Presiden Soeharto. Rachmat ingin mengatakan bahwa Pak Harto lebih baik dibebaskan, dengan harapan uang rakyat akan selamat. Uang rakyat di sini digunakan untuk membiayai biaya rumah sakit Pak Harto yang membengkak. Toh Pak Harto juga akan mendapatkan hukuman sendiri dari Tuhan sebentar lagi, pikr Rachmat. Tidak hanya dalam puisi ini, Rachmat juga menunjukkan kritik pemerintah dalam puisi ‘Senyum Pak Harto’, ‘Konglomerat’, ‘Wakil Rakyat’, ‘ Pak Harto Mangkat’,’Ingin’,  dan ‘Sakit’.
Antologi puisi ini juga mengandungsindiran kepada dunia luar. Tentang pemboman yang merugikan banyak pihak. Bisa kita lihat dalam puisi-puisinya yang berjudul ‘Pengadilan Saddam Husein’, ‘Kentut Semar’, ‘yang Paing Mnekutkan’, dan ‘Uji Coba Kentut Semar’.
Tidak hanya itu saja, ada juga beberapa puisi yang membicarakan hubungan manusia dengan Tuhannya. Bagaimana posisi manusia di mata Tuhan. Bisa kita dalam ‘Hanya Ku’, ‘Tunjukkan’, ‘Akulah Dia’, dan masih banyak lagi.
Puisi-puisi dalam kumpupulan ini menggunakan bahasa yang cukup mudah dimengerti. Beberapa puisinya menggunakan istilah asing seperti built in, an sich, dan underdevelopment. Built in di sini berarti menyatu. Misal dalam penggalan puisi ‘Kepada Gina Sonia’, nyawa dan raga adalah pasangan.
...
Kita tak punya nyawa yang bisa
Lepas dari raga
Karena telah built in
Dengannya
...
Istilah an sich berasal dari bahasa jerman. An sich adalah sebuah hipotesis yang mneyebutkan bahwa objek tersebut ada tanpa tergantung pada kesadaran kita. Dengan demikian, jika kita tidak ada atau tidak memiliki kesadaran, maka objek tersebut tetap ada. Dalam beberapa puisisnya selalu menyebutkan “an sich tak ada!”, misal dalam puisi ‘Mitos’,
...
(eh, tak ada manusia
Di alam transedental
Entah surga atau neraka
Yang an sich tak ada!)
...
Berdasarkan pengertian an sich, yang menyatakan bahwa  suatu objek akan tetap ada meski kita tidak ada atau tidak memiliki kesadaran, dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang diikuti dengan istilah an sich adalah sesuatu yang benar-benar ada. Surga dan neraka itu ada, nyawa itu selalu ada di dalam raga makhluk yang hidup. Underdevelopment berarti keterbelakangan (dalam puisi ‘Mitos’).
Racmat juga mencantumkan nama orang seperti Pak harto, Probosutedjo, Tukul, Rendra, Gina Sonia, Saddam Husein, Ning, Nv, dan Tuti. Puisi ini bisa dikatakan ‘membosankan’, karena gaya bahasanya sama di setiap puisi. Ada banyak kosakata yang dihgunakan ulang dibeberapa puisi. Tapi, apapun itu, puisi tetaplah puisi. Ungkapan hati sang penyair.

Komentar

Postingan Populer